Dari Jarum Jahit hingga Panggung Wisuda: Kisah Ibu Tunggal di Kediri Antar Anak Raih IPK Sempurna

  


Kediri, penanuswantara.online  — Denting jarum mesin jahit di rumah sederhana di Desa Pandantoyo, Kecamatan Kertosono, seolah menjadi saksi keteguhan hati Luluk Akhiriah (47). Sehari-hari, ibu tunggal ini mengandalkan pekerjaan sebagai penjahit rumahan untuk membesarkan keempat anaknya.

Dari hasil jahitannya yang sederhana, Luluk perlahan menenun harapan hingga mengantarkan putri sulungnya, Inna Fatahna, meraih prestasi gemilang sebagai wisudawan terbaik Universitas Nusantara PGRI Kediri tahun 2025 dengan IPK sempurna, 4.00.

“Kalau dihitung secara logika, penghasilan saya tidak cukup,” tutur Luluk dengan suara pelan. “Tapi ini semua karena keajaiban. Saya hanya menjahit, tirakat, dan berdoa. Alhamdulillah, Allah kasih jalan.”

Berjuang Sendiri, Tapi Tak Pernah Merasa Sepi

Sejak bercerai dengan suaminya, Luluk memikul sendiri tanggung jawab membiayai kebutuhan keluarga. Ia menerima pesanan jahitan dari tetangga, bekerja hingga larut malam tanpa mengeluh.

“Harus kuat dan mandiri,” ujarnya tegas. “Yang penting anak-anak tetap bisa sekolah. Selama itu hal positif, saya pasti dukung.”

Awalnya, Luluk sempat ragu mengizinkan Inna kuliah karena keterbatasan biaya. Namun, semangat sang anak membuatnya luluh.

“Dia bilang, ‘Bu, saya ingin kuliah di UNP Kediri. Saya akan cari jalan sendiri.’ Akhirnya saya restui dan dukung sepenuh hati,” kenangnya.

Anak Mandiri yang Tak Pernah Berhenti Belajar

Sejak kecil, Inna dikenal sebagai anak yang aktif dan tak bisa diam. Luluk sering menyebutnya anak yang penuh rasa ingin tahu.

“Dari kecil dia sudah mandiri. Suka membantu, rajin belajar, dan tidak manja,” kata Luluk sambil tersenyum. “Mungkin karena dulu dapat ASI eksklusif, makanya cerdas,” tambahnya bercanda.

Kehidupan sederhana tidak membuat Inna menyerah. Ia tetap semangat menuntut ilmu, bekerja sambilan, dan tetap berprestasi tanpa keluh kesah. Baginya, setiap potongan kain yang dijahit sang ibu adalah wujud pengorbanan yang harus ia balas dengan kerja keras.

Doa yang Menjahit Keajaiban

Luluk mengaku tak kuasa menahan tangis saat mendengar kabar putrinya dinobatkan sebagai wisudawan terbaik.

“Saya kaget, benar-benar tidak menyangka,” tuturnya haru. “Saya kira nilainya biasa saja. Tapi waktu tahu dia yang terbaik, saya langsung sujud syukur. Anak penjahit bisa sampai ke titik itu, Masya Allah.”

Inna: “Kunci Sukses Saya Cuma Doa Ibu”

Bagi Inna, keberhasilannya bukan hanya karena usaha, tapi karena restu dan doa ibunya.

“Resepnya sederhana, cukup doa ibu,” katanya. “Doa ibu membuat semuanya lancar. Restu orang tua adalah awal dari setiap kesuksesan.”

Selain doa, Inna juga berpegang pada tiga prinsip hidup: rajin belajar, gemar berbagi, dan rutin bersedekah. Ia bahkan memiliki kebiasaan belajar yang tak biasa.

“Saya selalu pastikan tidur cukup. Kalau kurang tidur, otak tidak fokus. Jadi saya tidur lebih awal, lalu bangun pagi untuk ibadah dan belajar. Pagi hari itu waktu paling segar,” ujarnya.

Ke depan, Inna bercita-cita menjadi programmer IT dan ingin menciptakan inovasi teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Menjahit Masa Depan dengan Doa

Meski hidup sederhana, Luluk tak pernah kehilangan harapan. Ia percaya setiap jahitan yang ia buat adalah langkah kecil menuju masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya.

“Alhamdulillah,” ujarnya dengan senyum penuh syukur. “Saya mungkin tidak punya banyak harta, tapi saya punya doa. Dan doa ibu, itu yang paling kuat.”(red.al)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama