Petilasan Sri Aji Joyoboyo, Pusat Spiritual dan Warisan Budaya Nusantara

 


 KEDIRI,  penanuswantara.online – Menapaki jalan menuju Petilasan Sri Aji Joyoboyo di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pengunjung akan disambut suasana yang menenangkan. Udara sejuk berpadu dengan rimbunnya pepohonan di sepanjang jalan setapak, sementara aroma dupa sesekali terbawa angin, menghadirkan nuansa spiritual yang kental.

Petilasan ini bukan hanya situs sejarah, tetapi juga menjadi pusat spiritual yang sejak dahulu menjadi tujuan ziarah bagi masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Tempat ini diyakini sebagai lokasi bertapa dan moksa Sri Aji Prabu Joyoboyo, raja legendaris Kediri yang terkenal melalui Ramalan Jangka Jayabaya, ramalan tentang perjalanan panjang bangsa Jawa dan Nusantara.

Hingga kini, nama dan ajaran Joyoboyo tetap hidup dalam ingatan masyarakat, menjadi simbol kebijaksanaan dan spiritualitas Jawa.


Tiga Prasasti Sakral, Jejak Moksa Sang Raja

Di dalam kompleks petilasan, terdapat tiga prasasti penting yang menjadi saksi bisu perjalanan spiritual Sri Aji Joyoboyo menuju moksa:

  1. Prasasti Mahkota – diyakini sebagai tempat beliau melepaskan mahkota kerajaan.

  2. Prasasti Busana – lokasi tempat melepas pakaian kebesaran.

  3. Prasasti Moksa – titik akhir menuju keabadian.

Peziarah yang datang biasanya melakukan ritual dengan berjalan perlahan menuju pamoksan, lalu bersimpuh di hadapan prasasti sambil berdoa dengan khidmat. Suasana hening membuat setiap langkah terasa sarat makna, seakan menapaki jejak spiritual sang raja.

“Di sini, adab dan tata krama sangat dijaga. Kita datang dengan hati rendah, memanjatkan doa, sekaligus mengenang kebesaran Sri Aji Joyoboyo,” tutur Mbah Mukri, juru kunci Petilasan Joyoboyo, Selasa (23/9/2025).

Menurut Mbah Mukri, ziarah bukan sekadar praktik mistis, tetapi simbol penghormatan kepada leluhur dan sarana introspeksi diri.

“Ziarah ini mengingatkan kita untuk membersihkan diri, lahir dan batin. Siapa pun boleh datang, tanpa memandang latar belakang. Yang penting adalah niat dan ketulusan,” imbuhnya.


Puncak Ziarah di Malam 1 Suro

Meski setiap hari ada pengunjung, malam 1 Suro menjadi puncak keramaian. Pada malam yang sakral dalam kalender Jawa ini, ratusan peziarah dari berbagai daerah memadati kompleks petilasan.

Sebagian hanya datang untuk berdoa, sementara yang lain memilih bermalam di sekitar lokasi, termasuk menginap di rumah warga yang menyediakan tempat tinggal sementara.

“Suasana 1 Suro di sini sangat berbeda. Ada rasa haru dan getaran yang sulit dijelaskan dengan kata-kata,” ungkap Sulastri, peziarah asal Madiun yang sudah tiga kali datang.

Tak hanya masyarakat Jawa, peziarah dari luar pulau juga ikut merasakan magnet spiritual Petilasan Joyoboyo. Haji Syafruddin dari Palembang, Sumatera Selatan, mengaku sudah dua kali berziarah ke tempat ini.

“Ada panggilan batin yang membuat saya datang. Ramalan Jayabaya dikenal luas, dan berada di tempat ini membuat saya merasa lebih dekat dengan akar budaya nusantara,” tuturnya.

Senada dengan itu, Ni Luh Ayu asal Bali menganggap kunjungannya sebagai bentuk penghormatan antarbudaya.

“Di Bali, kami juga memiliki tradisi leluhur yang kuat. Saat berada di sini, saya merasakan energi yang sama, suasana khusyuk, dan penghormatan pada sejarah,” ucapnya.


Warisan Budaya yang Dilestarikan

Pemerintah daerah memandang Petilasan Joyoboyo sebagai destinasi spiritual sekaligus warisan budaya yang perlu dijaga. Mustika Prayitno Adi, Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, menegaskan bahwa situs ini memiliki nilai sejarah yang tinggi.

“Petilasan Joyoboyo merupakan salah satu peninggalan budaya penting di Kediri. Ritual sesaji Sri Aji Joyoboyo juga telah terdaftar sebagai kekayaan intelektual komunal di Kementerian Hukum sejak tahun 2021,” jelasnya.

Dengan status tersebut, diharapkan Petilasan Joyoboyo terus berkembang sebagai pusat kebudayaan dan spiritual yang memberi manfaat bagi masyarakat, sekaligus menjadi destinasi wisata religi yang memperkuat identitas Kediri.


Magnet Spiritual yang Menyatukan

Keberadaan Petilasan Joyoboyo tidak hanya memikat peziarah lokal, tetapi juga menjadi simbol persaudaraan lintas etnis dan daerah. Di tengah perkembangan zaman yang serba modern, situs ini tetap menjadi oase spiritual tempat sejarah, doa, dan tradisi berpadu.

Bagi masyarakat Kediri dan Nusantara, Petilasan Sri Aji Joyoboyo adalah pengingat akan kejayaan masa lalu sekaligus warisan yang harus dijaga untuk generasi mendatang.

“Petilasan ini bukan sekadar tempat ziarah, tetapi ruang yang menghubungkan manusia dengan sejarah dan jati diri bangsa,” pungkas Mbah Mukri.(red.al)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama