Skandal Kredit Fiktif Rp254 Miliar BPR Jepara Artha, Modus Pinjam Nama hingga Agunan Mark Up 10 Kali Lipat

 


Jakarta, penanuswantara.online  – Kasus kredit fiktif di BPR Jepara Artha semakin terkuak. Selama periode April 2022 hingga Juli 2023, sebanyak 40 kredit bodong dengan total nilai Rp263,6 miliar dicairkan atas nama debitur palsu yang identitasnya dipinjam oleh Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA).

Direktur Penyidikan KPK, Asep, mengungkap bahwa para debitur sebenarnya hanyalah pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, hingga pengangguran. Namun, dokumen seolah-olah dibuat layak untuk mendapatkan pinjaman jumbo rata-rata Rp7 miliar per orang.

“Debitur seharusnya tidak memenuhi syarat. Dokumen mereka direkayasa agar tampak mampu menerima kredit besar,” jelas Asep.

Modus: Fee Rp100 Juta per Debitur dan Dokumen Rekayasa

MIA tidak bekerja sendirian. Ia dibantu AM, JL, dan JT yang bertugas mencari orang bersedia meminjamkan nama dengan imbalan fee Rp100 juta per debitur. Mereka juga menyiapkan dokumen fiktif berupa izin usaha, rekening koran, hingga foto usaha orang lain, yang kemudian di-mark up untuk analisis kredit.

Dalam proses realisasi, sejumlah pejabat internal BPR Jepara Artha ikut terlibat, di antaranya Jhendik Handoko, Iwan Nursusetyo, Ahmad Nasir, dan Ariyanto Sulistiyono. Kredit diputus tanpa analisis mendalam, bahkan realisasi dilakukan sebelum pengikatan agunan selesai.

Lebih parah lagi, agunan tanah yang digunakan belum lunas dibeli. MIA melunasinya menggunakan dana hasil pencairan kredit. Penilaian aset pun dipermainkan lewat Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang menaikkan valuasi hingga 10 kali lipat.

Aliran Dana dan Kickback

Dana hasil kredit fiktif itu dibagi dalam berbagai pos:

  • Rp2,7 miliar untuk biaya provisi,

  • Rp2,06 miliar premi asuransi (dengan kickback Rp206 juta),

  • Rp10 miliar biaya notaris (kickback Rp275 juta ke Iwan Nursusetyo dan Rp93 juta ke Ahmad Nasir),

  • Rp4,85 miliar fee untuk 40 debitur fiktif,

  • Rp95,2 miliar dipakai Jhendik Handoko untuk menutupi kredit macet dan membeli mobil Honda Civic Turbo.

Sementara itu, MIA menguasai sekitar Rp150,4 miliar untuk membeli tanah agunan, membayar angsuran, membeli aset pribadi, serta memutar dana agar terlihat seperti transaksi perdagangan beras.

Selain itu, MIA juga memberikan uang suap kepada para pihak terkait, di antaranya: Rp2,6 miliar untuk Jhendik Handoko, Rp793 juta untuk Iwan Nursusetyo, Rp637 juta untuk Ahmad Nasir, Rp282 juta untuk Ariyanto Sulistiyono, serta fasilitas umrah Rp300 juta.

Kerugian Negara dan Barang Bukti

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung potensi kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp254 miliar, terdiri dari baki debet dan bunga tertunggak.

Penyidik juga telah menyita sejumlah aset terkait, antara lain:

  • 136 bidang tanah/bangunan senilai Rp60 miliar,

  • Uang Rp1,3 miliar,

  • Empat mobil SUV (Toyota Fortuner dan Honda CRV),

  • Mobil Honda Civic Turbo,

  • Tanah dan rumah milik tersangka.

Jeratan Hukum

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang tindak pidana korupsi.

KPK menegaskan penyidikan masih berjalan, termasuk penelusuran aset lain yang diduga berasal dari hasil kredit fiktif tersebut.(red.al)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama