UU Baru Resmikan Umrah Mandiri, DPR: Kebijakan Menyesuaikan Regulasi Arab Saudi

  


Jakarta,  penanuswantara.online — Kebijakan penyelenggaraan ibadah umrah kini mengalami perubahan signifikan setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU). Aturan baru ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk melaksanakan umrah secara mandiri tanpa harus melalui penyelenggara resmi maupun pemerintah.

UU tersebut disahkan pada 26 Agustus 2025, sebagai revisi ketiga dari UU Nomor 8 Tahun 2019. Dalam Pasal 86 disebutkan bahwa umat Islam kini memiliki dua opsi, yakni menjalankan umrah melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau mandiri, sesuai pilihan jamaah.

Perubahan ini berbeda dari ketentuan sebelumnya yang hanya mengizinkan pelaksanaan umrah lewat PPIU atau pemerintah.

Anggota Komisi VIII DPR RISelly Andriany Gantina, menjelaskan bahwa ketentuan baru ini merupakan bentuk penyesuaian terhadap kebijakan pemerintah Arab Saudi yang kini mengizinkan pelaksanaan umrah secara independen. Ia menegaskan, regulasi ini bukan untuk melemahkan peran PPIU, melainkan agar Indonesia dapat beradaptasi dengan sistem internasional yang baru.

“Pemerintah Arab Saudi sudah resmi membuka izin bagi masyarakat dunia untuk melaksanakan umrah secara mandiri. Maka dari itu, Indonesia perlu menyesuaikan agar tidak tertinggal,” ujar Selly, Jumat (24/10/2025).

Selly juga menuturkan bahwa Arab Saudi kini gencar mempromosikan program umrah mandiri bekerja sama dengan maskapai nasionalnya seperti Saudi Arabian Airlines dan Flynas Airlines. Melalui skema tersebut, calon jamaah yang membeli tiket penerbangan maskapai Arab Saudi dapat memperoleh visa kunjungan gratis selama empat hari (transit visa).

“Pemerintah Indonesia harus bersikap adaptif dan proaktif menghadapi perubahan kebijakan internasional ini,” tambahnya.

Meski umrah mandiri telah dilegalkan, jamaah tetap diwajibkan melapor melalui sistem digital yang terintegrasi antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.

Langkah ini dilakukan untuk memastikan keamanan, pendataan jamaah, dan penyaluran bantuan darurat apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama pelaksanaan ibadah.

“Pencatatan ini penting agar pemerintah bisa memberikan pelayanan cepat dan tepat bila terjadi keadaan darurat di Tanah Suci,” tutup Selly.(red.al)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama