DIDUGA TAMBANG GALIAN C ILEGAL MASIH BEROPERASI DI LOCERET NGANJUK, DPW GNP TIPIKOR JATIM TURUNKAN TIM INVESTIGASI

 


NGANJUK, penanuswantara.online  – DPW GNP TIPIKOR Jawa Timur secara resmi menurunkan Tim Investigasi untuk menyikapi dugaan adanya aktivitas pertambangan Galian C yang masih tetap beroperasi meskipun izin operasionalnya telah kedaluwarsa di wilayah Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Temuan awal ini diperoleh setelah organisasi tersebut menerima informasi masyarakat terkait aktivitas sejumlah perusahaan yang diduga melanggar ketentuan perizinan dan berpotensi merugikan negara serta lingkungan hidup.

Ketua DPW GNP TIPIKOR Jawa Timur, Wito, SH menegaskan bahwa pihaknya menemukan indikasi kuat adanya pertambangan yang tetap berjalan tanpa legalitas aktif. "Kami mendapatkan temuan satu tambang Galian C yang diduga ilegal ditambang oleh beberapa PT di wilayah Loceret, Kabupaten Nganjuk, yang masih beroperasi padahal izinnya sudah kedaluwarsa. Ini masuk dalam kategori dugaan tindak pidana korupsi berat," tegasnya.

Pernyataan tersebut sejalan dengan sikap Kejaksaan Negeri Nganjuk. Jaksa Pidsus Kejari Nganjuk, Yan Aswari, SH, MH menyampaikan bahwa terdapat beberapa perusahaan tambang yang masa berlaku izinnya telah habis. Ia mempersilakan Tim Investigasi GNP TIPIKOR Jatim untuk melakukan pendalaman di lapangan dan menyampaikan hasil kajian resmi sebagai dasar penindakan lebih lanjut. Hal ini menegaskan bahwa proses ini berjalan dalam koridor hukum dan mengedepankan prinsip praduga tak bersalah.

Dugaan Pelanggaran Multi Sektor dan Dampak Lingkungan

Dari hasil investigasi sementara, ditemukan fakta bahwa beberapa kegiatan penambangan diduga tidak hanya melanggar aspek perizinan Minerba, tetapi juga tidak memiliki Memorandum of Understanding (MoU) dengan KPH Perhutani Kediri untuk penggunaan jalan milik Perhutani. Pihak Perhutani sendiri menegaskan bahwa penggunaan akses jalan hutan tanpa izin resmi dapat berujung pada penutupan jalan hingga proses hukum.

Kord. KLBH GNP TIPIKOR Pusat, Leksadharma Kengsiswoyo, SH, MH menyatakan bahwa jika izin telah kedaluwarsa, maka seluruh aktivitas pertambangan wajib dihentikan sementara sampai izin yang sah diterbitkan kembali. Apabila tetap beroperasi, maka pihak berwenang berhak melakukan penyegelan dan penutupan lokasi.

Wito SH juga menambahkan bahwa praktik serupa di daerah lain seperti Grobogan, Jawa Tengah, telah berujung pada penutupan akses jalan tambang oleh Perhutani akibat pelanggaran izin. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pola pelanggaran yang sama bisa saja terjadi di Kabupaten Nganjuk.

Dampak dari penambangan yang diduga ilegal ini disebut telah memicu berbagai kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor, penurunan kualitas air tanah, krisis air bersih, hingga rusaknya fungsi lahan dan ekosistem sekitar.

Potensi Pelanggaran Hukum dan Ancaman Sanksi

Wakil Kord. Advokat GNP TIPIKOR Pusat, Sapto Johansyah, SH, MH menegaskan bahwa penambangan tanpa izin di kawasan hutan lindung atau ruang terbuka hijau, sekalipun mengklaim di atas tanah pribadi, tetap dapat dijerat sanksi pidana sesuai Undang-Undang Minerba.

Sebagaimana ditegaskan kembali oleh Wito SH, pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar, sesuai regulasi yang berlaku, termasuk Perpres Nomor 55 Tahun 2022 yang menegaskan kewenangan perizinan berada pada Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

GNP TIPIKOR Siap Bersinergi dengan APH

Sebagai langkah lanjutan, DPW GNP TIPIKOR Jatim menegaskan akan bersinergi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran tersebut secara profesional dan transparan. Edo Damaraji, ST selaku Senior Investigator Pusdiklatkor GNP TIPIKOR menyatakan bahwa sektor pertambangan yang seharusnya memberikan kontribusi besar terhadap PAD justru diduga menjadi sumber kebocoran dan kerugian negara apabila tidak diawasi secara ketat.

"Kami juga telah berkoordinasi dengan berbagai stakeholder guna memastikan proses ini berjalan objektif dan berdasarkan hukum," ungkapnya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama