Kediri, penanuswantara.online — Menteri Sosial Republik Indonesia, Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul, mengaku terinspirasi dan terharu menyaksikan bakat luar biasa para siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 24 Kediri, Jawa Timur. Kunjungan Gus Ipul pada Jumat (10/10/2025) siang itu menjadi momen penuh makna antara Kementerian Sosial dengan anak-anak dari keluarga prasejahtera yang kini mendapat kesempatan belajar dengan fasilitas layak.
Acara diawali dengan penampilan kreatif para siswa — mulai dari pembacaan puisi bertema perjuangan, tarian tradisional Srigayo, orasi dalam bahasa Inggris, hingga atraksi pencak silat dan paduan suara. Suasana haru menyelimuti ruangan ketika salah satu siswa membacakan puisi dengan kalimat pembuka yang menyentuh:
“Aku anak kecil yang dulu berjalan tanpa sepatu, melewati lumpur dan jalan berdebu. Ibuku selalu berkata: sekolah saja. Kadang lapar datang lebih dulu dari pelajaran.”
Dalam sambutannya, Gus Ipul menegaskan bahwa Sekolah Rakyat merupakan inisiatif besar Presiden Prabowo Subianto sebagai bentuk kepedulian terhadap anak-anak yang selama ini terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.
“Sekolah Rakyat ini lahir dari gagasan Bapak Presiden untuk menjangkau mereka yang tak tersentuh pembangunan. Banyak anak-anak yang tidak punya akses sekolah, dan di sini semua biaya ditanggung negara. Pendidikan ini sepenuhnya milik rakyat kecil,” ujar Gus Ipul.
Hingga kini, sebanyak 165 titik Sekolah Rakyat telah berdiri di berbagai wilayah Indonesia, menampung hampir 16.000 siswa dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. Sementara SRMA 24 Kediri menampung 100 siswa berasrama, dibimbing oleh 17 guru, 10 wali asuh, dan 4 wali asrama.
Para siswa mendapat fasilitas lengkap — mulai dari makan tiga kali sehari, dua kali kudapan, seragam, layanan kesehatan, hingga laptop pribadi untuk mendukung proses belajar.
“Gedung yang sekarang masih bersifat sementara. Tahun depan, insya Allah akan dibangun kompleks permanen yang bisa menampung lebih dari seribu siswa dari tingkat SD, SMP, hingga SMA, lengkap dengan asrama, ruang makan, serta fasilitas kegiatan ekstrakurikuler,” jelas Gus Ipul.
Berbeda dari sekolah umum, Sekolah Rakyat tidak menggunakan sistem tes akademik dalam penerimaan siswa. Sebagai gantinya, digunakan metode pemetaan talenta berbasis DNA (DNA Talent Mapping) untuk mengenali potensi dan karakter anak.
“Setiap anak punya bakat unik. Dari hasil pemetaan, 37,4 persen siswa memiliki potensi di bidang STEM, 39,6 persen unggul di bidang sosial, dan 23 persen di bidang bahasa. Mereka tulus, visioner, tapi perlu terus dibimbing agar percaya diri,” ujarnya.
Di hadapan para siswa, guru, dan orang tua, Gus Ipul juga memimpin ikrar anti kekerasan dan intoleransi.
“Tidak boleh ada perundungan, tidak boleh ada kekerasan fisik atau seksual, dan tidak boleh ada diskriminasi suku, agama, maupun ras. Sekolah ini harus jadi tempat tumbuh yang aman dan memuliakan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan tiga filosofi utama dalam gagasan Sekolah Rakyat, yakni memuliakan wong cilik, menjangkau yang belum terjangkau, dan memungkinkan yang tampak mustahil.
“Banyak anak yang kehilangan mimpinya karena tak punya kesempatan. Sekolah Rakyat hadir untuk menghidupkan kembali harapan itu. Siapa tahu, dari sekolah ini kelak lahir seorang presiden,” ucapnya optimis.
Kini, SRMA 24 Kediri menjadi simbol perubahan sosial. Anak-anak dari keluarga berpenghasilan di bawah Rp1 juta per bulan dapat menikmati pendidikan layak dengan dukungan negara. Salah satunya Aprilia Miftahul Jannah, yang kini sudah fasih berbahasa Inggris hanya dalam tiga bulan belajar.
“Waktu saya seusiamu, belum bisa seperti ini. Kamu hebat, jempol dua!” puji Gus Ipul sambil tersenyum.
Salah satu siswa lain, Mey Nasila, menyampaikan rasa syukurnya bisa bersekolah di Sekolah Rakyat.
“Dulu saya tidak pernah membayangkan bisa belajar di tempat seperti ini. Sekarang makan teratur, sehat, dan bisa belajar dengan semangat. Cita-cita saya ingin menjadi Kowad,” ungkap Mey.
Ibunya, Kartinem, seorang buruh tani berpenghasilan Rp35 ribu–Rp40 ribu per hari, menitikkan air mata haru.
“Kalau tidak ada Sekolah Rakyat, anak saya tidak bisa sekolah. Terima kasih Bapak Presiden Prabowo, semoga selalu diberi kelancaran,” ujarnya lirih.
Salis, salah satu pendamping sosial PKH di wilayah tersebut, mengatakan bahwa program Sekolah Rakyat menjadi bukti keberhasilan integrasi antara pendidikan dan perlindungan sosial.
“Anaknya sekolah gratis di SR, orang tuanya kita dampingi lewat PKH, BPNT, dan PBI. Nanti juga diarahkan bergabung ke koperasi Merah Putih agar bisa mandiri,” ujarnya.
Acara ditutup dengan ikrar para siswa SRMA 24 Kediri yang penuh semangat:
“Kami siswa Sekolah Rakyat bertekad belajar dengan kasih sayang dan semangat demi masa depan yang lebih baik!”(red.al)
Posting Komentar